Jumat, 13 Juli 2012

[fanfict] I'm not a monster part 2


ini lanjutan dari part 1 silakan membaca^^


***
Nicole menjijing tas kantong berisi file-file miliknya dan beberapa lembar foto. Ia juga memegang kamer DSLR kesayangannya. Hari ini ia harus siap menerima omelan apapun dari atasannya karena menghabiskan waktunya untuk berpikir di Kyoto. Ia sangat yakin, jika ia bukan editor utama, maka secara otomatis ia akan dipecat.
              Berdiam diri di Kyoto selama seminggu tidak lantas membuatnya melupakan masalah yang membelitnya begitu saja. Karena, justru di Kyoto—lah ia bertemu kembali dengam laki-laki bernama Choi Seung-hyun. Walau secara tidak langsung, ia tetap saja seperti mendapat bahaya saat melihat wajah laki-laki itu. Maka dari itu, ia masih saja berpikir tentang kemungkinan hubungannya dengan Seung-ri, ia tidak tahu, apakah hubungannya masih bisa berlanjut setelah ia mengetahui kenyataan itu?
              Tanpa ia sadari, ia sudah berada di luar gedung appartementnya. Langkahnya lunglai dan tidak bersemangat. Ia hanya berharap hari ini ia tidak bertemu dengan Seung-ri. Bukan hanya hari ini, jika bisa ia tidak ingin bertemu dengan laki-laki itu dalam waktu yang lama. Sangat lama.
              Tapi, semesta tidak mendukung keinginan Nicole. Saat ia mengalihkan pandangannya ke depan, ia mendapati laki-laki yang ia hindari selama seminggu terakhir sedang duduk di kap mobilnya, menatap Nicole, lalu menyinggungkan senyum yang sebenarnya sangat ia sukai. Tapi entah apa yang terjadi, reflek tubuhnya benar-benar diluar dugaan. Ketakutan yang mulai menjalari seluruh tubuhnya terlihat sangat jelas di depan laki-laki itu. Mata bulatnya itu menggambarkan dengan jelas bagaimana ketakutannya itu. Kamera yang didekapnya juga hampir terjatuh.
              “Annyeong Nicole ah” sapa Seung-ri ringan. Walau ia sangat heran dengan ekspresi ketakutan yang muncul di wajah Nicole, tapi ia tidak mempedulikan hal tersebut.
              Nicole membeku di tempatnya sekarang. Ia hanya bisa dan tidak mampu membuka mulutnya sama sekali. Melihat Seung-ri saat ini membuatnya takut, entahlah. Bayangan Choi Seung-hyun seperti ada di belakang tubuh Seung-ri.
              Karena Nicole hanya menatapnya tanpa buka mulut, Seung-ri berusaha melunak. Ia berjalan mendekati Nicole dan berniat memeluk gadis itu karena ia benar-benar merindukan Nicole. Tapi, kerutan di keningnya semakin banyak saat ia melihat gadis itu mundur selangkah ketika ia berusaha mendekat. Ia semakin tidak mengerti dengan sikap yang ditunjukkan oleh Nicole kepadanya. Dan yang membuatnya semakin heran, tatapan ketakutan tidak hilang dari mata bulat Nicole. Apakah Nicole takut padanya?
              “Nicole ah, mengapa menatapku seperti itu?” tanya Seung-ri sambil memasukkan tangannya ke dalam saku jas. Ia menghembuskan napas dengan susah payah.
              “Aku takut” kata Nicole tanpa bisa dicegah. Aduh, mengapa ia tidak berpikir dulu? Mengapa langsung mengatakan hal itu begitu saja. Nicole bisa melihat dengan jelas wajah Seung-ri yang sangat terkejut mendengar ucapannya tadi, dengan segera, Nicole menambahkan, “Maksudku, aku takut … kau terlalu mengakhawatirkan aku” kata Nicole sekenanya.
              Takut? Telinganya berfungsi dengan norma bukan? Nicole mengucapkan jika ia takut, takut padanya? Apa ada yang aneh dengannya? Mengapa Nicole bisa berkata seperti itu? “Kau takut padaku Nicole ah? Mengapa?” tanya Seung-ri dengan nada yang terdengar frustasi.
              Nicole tersenyum datar dan menggelengkan kepalanya. Tapi tanggapan itu tidak lantas membuat Seung-ri mengerti, ia justru semakin bingung.
              “Lalu, kemana saja kau seminggu ini? Mengapa ponselmu tidak aktif?” tanya Seung-ri dengan nada yang begitu dingin pada akhirnya. Hatinya terasa nyeri melihat Nicole justru bersikap seperti itu.
              “Aku pergi ke Kyoto” jawab Nicole pendek.
              “Ke Kyoto? Lalu mengapa kau tidak mengatakan apapun padaku?”
              “Apa pentingnya bagimu? Ke Kyoto atau kemana saja itu kan hakku, apakah semua yang aku lakukan harus aku lakukan padamu? Kau bukan suamiku Seung-ri ah. Menjadi pacar saja kau sudah seperti ini, apalagi jika kau sudah menjadi suamiku. Tidak perlu bersikap berlebihan seperti itu” seru Nicole tanpa ia sadari.
              Seung-ri hanya mematung mendengar ocehan Nicole tadi. Tidak penting? Nicole sudah menjadi salah satu prioritasnya. Lalu, apa alasan Nicole mengatakan semua itu? Otaknya masih tidak bisa mencerna dengan baik situasi seperti apa ini. Ia hanya tahu jika gadis itu terlihat kesal, gelisah dan takut.
              “Baiklah, aku minta maaf” kata Seung-ri dengan suara serak. Ia dengan susah payah menelan ludah dan mengatur dirinya sendiri agar tidak terlihat emosional. Dengan senyum yang sedikit dipaksakan, Seung-ri menyuruh Nicole untuk masuk ke dalam mobilnya. Nicole dengan enggan mengikuti kemauan Seung-ri.
              Mobil Seung-ri melaju meninggalkan gedung appartement Nicole. Suasana di mobil itu benar-benar mencekam bagai di rumah hantu. Kedua orang yang ada dalam mobil hanya diam tanpa ada yang bisa memulai pembicaraan. Nicole hanya memandang jalanan yang mereka lewati, namun tatapannya kosong. Sedangkan Lee Seung-ri menyetir dengan konsentrasi yang terbelah menjadi dua. Otaknya mencoba untuk mencerna situasi yang menurutnya rumit itu. Mulai dari Nicole yang menghilang begitu saja selama satu minggu, lalu ketika ia melihat aura ketakutan yang memenuhi tubuh Nicole tadi. Kemudian Nicole yang berkata dengan nada tinggi dan mengatakan bahwa dirinya bersikap berlebihan. Ia mencoba mencerna dengan baik semua itu, berharap menemukan alasan atas situasinya sekarang.
              Seung-ri menoleh ke arah Nicole yang terlihat jelas sedang melamun walau tatapannya mengarah ke luar jendela mobil. Ia kembali menatap jalan yang ada di depannya sebelum ada kecelakaan terjadi karena pengemudinya tidak berkonsentrasi.
              15 menit kemudian mobil Seung-ri berhenti di depan kantor redaksi salah satu majalah Olahraga di Korea Selatan. Tanpa menunggu apapun, Nicole melepas sabuk pengaman lalu membawa seluruh barang-barangnya turun dari mobil tanpa menoleh sedikitpun ke arah Seung-ri. Melihat hal tersebut, catatan kebingungan tentang sikap Nicole semakin bertambah di otak Seung-ri. Nicole tidak pernah mengacuhkannya seperti ini, walaupun ketika gadis itu sedang kesal. Gadis itu pasti selalu tersenyum terlebih dahulu atau menggumamkan kata-kata untuk menyemangati dirinya, selalu seperti itu. Namun kali ini, Nicole turun begitu saja tanpa menoleh sedikitpun, dan tentu saja tidak menggumamkan kata-kata apapun. Ia melihat Nicole yang berbeda, sangat berbeda.
              Sebelum pintu mobil sempat ditutup oleh Nicole, Seung-ri dengan segera juga turun dari mobil lalu menghampiri Nicole. Ia tidak bisa terus menerus melihat sikap Nicole seperti ini. Sikap gadis itu membuatnya senewen kali ini.
              “Tunggu” seru Seung-ri menahan langkah kaki Nicole jauh dari mobilnya. “Aku tidak bisa melihatmu seperti ini Nicole ah, apa yang membuatmu terlihat berbeda? Apakah ada masalah yang sedang kau pikirkan? Jangan membuatku berpikir macam-macam”.
              Nicole dengan kasar menyingkirkan tangan Seung-ri yang berada di lengannya. Ia menghembuskan napas keras, dan dengan sedikit dipaksakan, ia menatap Seung-ri dengan tatapan tajam. Ia berusaha menahan dirinya yang ketakutan agar tidak menimbulkan kesalahpahaman yang lebih pariah. Menatap Seung-ri seperti ini saja sudah membuat seluruh darahnya memuncak sampai ke ubun-ubun. Baiklah, selesaikan sekarang juga Nicole, selesaikan sekarang juga, agar ketakutan tidak memenuhi tubuhnya terus. Baiklah…
              “Apa?” teriak Nicole. “Kau ini berlebihan sekali. Aku bisa berubah kapan saja aku mau dan aku rasa aku tidak perlu meminta izinmu untuk melakukan perubahan ini. Aku benci dengan laki-laki yang berlebihan seperti dirimu”.
              Benci? Nicole membenci dirinya? Ia tidak salah dengar bukan? “Apa yang kau katakan tadi? Kau membenciku?” tanya Seung-ri tidak percaya.
              “Iya” jawab Nicole tegas. “Dan perlu kau tahu, aku tidak ingin punya pacar sepertimu lagi, aku sudah muak dengan tingkahmu yang over protective, jadi aku ingin mengakhiri semuanya” kata-kata itu meluncur begitu saja dari mulutnya. Bohong sekali jika ia membenci Seung-ri, bohong sekali jika ia muak dengan Seung-ri, bohong sekali jika ia ingin mengakhiri hubungan ini. Lee Seung-ri, semua itu bohong, jangan didengarkan, aku hanya…. Batin Nicole. Ia berusaha menahan dirinya yang ingin memeluk Seung-ri dan menangis di pelukannya. Karena kenyataan itu membuat ia menatap Seung-ri dengan cara yang berbeda.
              “Nicole ah” gumam Seung-ri. Tubuhnya seperti dihantam batu paling besar di dunia mendengar kata-kata yang meluncur begitu saja dari mulut Nicole. Telinganya tentu tidak tuli dan kata-kata itu terdengar sangat jelas. Apa yang harus ia lakukan kali ini? Tubuhnya benar-benar sangat lemas dan sulit untuk digerakkan.
              “Kau bohong kan?” kata Seung-ri berusaha mengalihkan pembicaraan. “Kau ini semakin menyenangkan jika bersikap seperti itu. Aku minta maaf jika tingkahku berlebihan, aku hanya khawatir terjadi sesuatu yang buruk denganmu, hanya itu” ia memaksakan seulas senyum tulusnya agar Nicole mencabut kata-kata tadi, terutama kata-kata mengakhiri hubungan mereka, karena sangat sakit mendengarkan kata-kata itu.
              Nicole tertawa hambar, “Untuk apa aku bohong? Aku sudah lelah dengan hubungan kita yang seperti ini, aku bosan”.
              “Bosan? Nicole ah, jangan membuat lelucon di pagi hari seperti ini. Tidak lucu”.
              Nicole hanya diam, ia mengamati keadaan sekitar. Orang-orang yang berlalu lalang sedang memperhatikan mereka berdua. Nicole tidak suka dengan hal itu, jadi ia memilih untuk menyingkirkan dirinya dari hadapan Seung-ri. Kata-katanya tadi sudah cukup jelas dan keputusannya sudah bulat. Ia harus segera menghapus semua tentang Seung-ri dari kehidupannya. Semuanya…
              Ia melangkah pergi meninggalkan Seung-ri yang menunduk dengan bingung. Jangan hiraukan Seung-ri, jangan, biarkan saja. Ini hanya akan berlangsung beberapa saat dan semuanya akan baik-baik saja.
              Seung-ri mematung di tempatnya sekarang. Ia tidak bisa menarik tangan Nicole dan meminta penjelasan tentang semua ucapan dari mulut Nicole. Tubuhnya masih terlalu lemas dan tidak berdaya menerima semua itu. Ia diam karena ia tidak tahu apa yang harus dilakukannya. Semua perubahan pada diri Nicole yang mendadak membuatnya diliputi kebingungan hebat. Lalu, harus bagaimanakah ia sekarang?
***
              Seung-ri terpekur menatap layar laptop berisi laporan-laporan yang seharusnya ia selesaikan. Hari ini benar-benar membuatnya muak dan kesal. Bertengkar dengan Nicole, berdebat dengan assitennnya, pekerjaan yang menumpuk. Semua itu benar-benar membuatnya kesal dan sebal. Ia benci hari ini, ia benci dengan semua ini. Ah, Nicole lah penyebabnya, Nicole lah yang membuatnya menjadi senewen seperti ini. Ia masih tidak habis pikir dengan kata-kata Nicole tadi pagi. Mengakhiri hubungan mereka? Mengapa mudah sekali bagi Nicole mengatakan hal itu? Bahkan, untuk berpikir tentang kemungkinan seperti itu saja tidak pernah terpikir dan terlintas di otak Seung-ri. Pasti ada yang penyebab mengapa Nicole memutuskan hubungan mereka secara sepihak? Ia sudah mengenal Nicole dengan sangat baik, dan ia tidak yakin dengan semua kata-kata Nicole tadi. Ia harus tahu apa alasannya, ia tidak mungkin berdiam diri dalam keadaan seperti ini.
              Ia meraih Jas abu-abunya dan memasukkan ponsel ke dalam saku. 5 menit lagi jam makan siang, ia akan keluar lebih awal dan datang ke kantor Nicole lalu meminta penjelasan tentang apa yang terjadi. Kebingungan ini bisa membuatnya jadi gila, dan ia tidak ingin seperti itu.
***
              Tidak ada? Nicole sudah pergi makan siang? Aneh, mengapa cepat sekali? Batin Seung-ri saat mengetahui jika Nicole ternyata sudah tidak ada di kantornya. Semakin aneh dan membingungkan, Nicole biasanya pergi makan siang tepat pukul 13.00, ia mengenal betul kebiasaan itu. Tapi, jam tangan Seung-ri saja baru menunjukkan pukul 12.30. Astaga, apa kata-kata Nicole tadi pagi benar-benar sungguhan?
              “Kau yakin Nicole sudah pergi makan siang?” tanya Seung-ri untuk yang kesekian kalinya pada laki-laki di hadapannya.
              Laki-laki bernama Dong Young-bae yang merupakan rekan kerja terdekat Nicole mengangguk, “Ia sudah pergi sejak setengah jam yang lalu” katanya.
              Seung-ri mendesah panjang. Keanehan pada diri Nicole semakin bertambah dan ia semakin tidak mengerti.
              “Apakah kalian berdua sedang ada masalah?” tanya Young-bae. “Sejak tadi pagi, Nicole tidak bisa bekerja dengan baik dan hanya melamun. Ia bahkan sulit diajak bicara hari ini, benar-benar Nicole yang berbeda”.
              “Maka dari itu aku datang kemari. Ia tidak bisa dihubungi seminggu terakhir dan tadi pagi ia memutuskan hubungan kami begitu saja. Kami bahkan tidak pernah bertengkar hebat sebelum ini. Aku benar-benar bingung dengan perubahan yang ditunjukkan Nicole” ucap Seung-ri dengan nada frustasi. Ia memijat-mijat pelipisnya yang mulai pening.
              Dong Young-bae hanya menatap Seung-ri dengan rasa bersalah yang teramat sangat. Semua yang dikatakannya tadi adalah sebuah kebohongan dan kepura-puraan. Ia melakukan hal tersebut karena Nicole memohon padanya untuk melakukan ini. Sebenarnya, ia juga bingung dengan apa yang terjadi, tapi ia tidak mungkin menanyakan masalah ini kepada Lee Seung-ri dan tidak bisa menanyakannya pada Nicole.
***
              Ia melangkah pelan naik ke tempat tidurnya. Rasa lega sama sekali belum menghinggapi dirinya. Keputusannya mengakhiri hubungan kasihnya dengan Seung-ri yang membuatnya merasa seperti ini. Bukankah apa yang ia lakukan tadi adalah sebuah kebohongan terbesar dalam hidupnya. Kebohongan yang perlahan menyayat hatinya perlahan-lahan. Disini, di dadanya, di tempat ini lah cinta tumbuh, dan di tempat ini lah cintanya harus berakhir.
              Nicole meraih kamera DSLR kesayangannya. Ia menyalakan kamera tersebut dan melihat-lihat memori cintanya dengan Lee Seung-ri. Dulu, sebelum ia tahu jika Seung-ri adalah adik kandung dari Choi Seung-hyun, sebelum ia mengetahui kenyataan itu, semuanya terasa sangat baik. Nicole mencintai Seung-ri dan begitu juga sebaliknya. Tapi sekarang, semuanya sudah berbeda, semuanya sudah berubah. Ia tidak bisa menatap Seung-ri dengan cara yang sama, ia tidak bisa memandang Seung-ri dengan tatapan sanyup dan menyenangkan. Tatapannya kini pada Seung-ri adalah tatapan takut. Sangat takut….
              Buliran air matanya mulai berjatuhan. Ia menghempaskan kameranya begitu saja lalu memegang dadanya sendiri yang terasa sangat sakit. Di sana terasa sangat sakit sekali, karena melepaskan Seung-ri sama saja melepaskan separuh kehidupannya. Karena melepaskan Seung-ri sama saja membunuh dirinya perlahan-lahan. Ia tidak bisa membayangkan hidup tanpa Seung-ri setelah ini, ia tidak bisa membayangkan hal itu. Terlalu menyakitkan, terlalu menyedihkan, terlalu mengerikan untuknya. Namun, bayangan masa lalu akan Choi Seung-hyun yang melukainya tidak bisa ia lupakan begitu saja. Jadi, inilah yang terbaik. Melepaskan Seung-ri adalah cara yang terbaik.
              Nicole masih memegangi dadanya yang teramat sangat sakit. Ia sudah mengambil keputusan untuk meninggalkan Seung-ri. Keputusan itu tentu menuntutnya melakukan banyak hal. Ia tidak ingin melakukan hal tadi hanya setengah hati, ia harus sungguh-sungguh melakukan hal itu. Dan, itu artinya ia harus dengan cepat menghilang dari kehidupannya di Seoul, ia harus cepat menghilang dari kehidupan Lee Seung-ri.
              Ia menghapus air mata yang terus menerus berjatuhan menggunakan punggung tangannya. Ia tidak boleh menangis terus menerus seperti ini. Ia yakin semuanya akan baik setelah ini, semuanya pasti akan baik-baik saja. Termasuk Lee Seung-ri, laki-laki itu akan tetap baik tanpa dirinya.
              Ia menarik selimut tebalnya dan bersiap untuk tidur. Ia harus istirahat cukup malam ini,  karena tenaganya cukup terkuras habis memikirkan Lee Seung-ri. Ia mulai memejamkan matanya, namun tiba-tiba ponselnya berbunyi dengan nyaring. Dengan gerakan cepat, ia meraih ponselnya itu, dan tanpa melihat siapa yang menelponnya, ia me-reject telpon itu.         
              Ia menghempaskan ponsel itu ke lantai begitu saja. Ponsel itu tetap berbunyi dengan nyaring, tapi ia berusaha untuk mengacuhkannya. Ia tahu siapa yang menelpon, maka dari itu ia tidak ingin mengangkatnya.
              Ponsel Nicole tetap berbunyi terus-menerus.
***
              Seung-ri mengosok-gosokkan telapak tangannya. Udara malam yang sangat dingin sudah menusuk tubuhnya sejak entah kapam. Ia melirik jam tangannya dan cukup terkejut, astaga, sudah tengah malam, berapa lama ia duduk di atas kap mobil ini?
              Untuk yang kesekian kalinya, ia memencet beberapa nomor, lalu menempelkan ponsel itu ke telinganya. Terdengar di telinganya nada sambung menunggu, tapi untuk beberapa menit, tidak ada yang mengangkat telpon itu. Ia tetap mencoba, tetap mencoba menghubungi Nicole dari depan gedung appartement gadis itu. Ia tahu ini sudah tengah malam, tapi ia benar-benar tidak bisa menunggu sampai esok pagi datang. Mungkin, jika ia tidak bertemu dengan gadis itu sekarang, besok pagi ia mungkin akan benar-benar menjadi panda. Mungkin seperti itu, karena ia tidak akan bisa tidur dengan nyenyak dan nyaman. Astaga, mengapa harus serumit ini?
              Suara nada sambung tetap terdengar, hingga akhirnya…. Suara rendah gadis yang sudah ia tunggu sejak tadi juga terdengar di telinganya. God, big thanks, batin Seung-ri.
              “Ada apa?”
              “Keluarlah, aku perlu bicara denganmu”.
              “Aku tidak mau, semuanya sudah jelas”.
              “Jelas? Kau mengatakan semuanya sudah jelas? Kau justru membuatku semakin bingung Nicole ah. Jika kau tidak keluar, maka aku akan menggedor-gedor pintu apprtementmu” kata Seung-ri setengah mengancam.
              Hening sejenak, Seung-ri tidak mendengarkan suara Nicole di ujung telpon. Ia kemudian cepat-cepat menambahkan, “Nicole ah, kau menginginkan aku melakukan itu, baiklah..”
              “Aku akan keluar sekarang” sela Nicole cepat sebelum Seung-ri menyelesaikan kata-katanya. “Tunggu aku di luar”.
              Sepuluh menit kemudian, Seung-ri melihat gadis dengan celana panjang coklat menggunakan sweater yang berwarna sama, rambut sedikit acak-acakan dan wajahnya sedikit muram. Ia benci melihat ekspresi wajah Nicole yang seperti itu.
              “Cepat katakan apa yang ingin kau katakan!” seru Nicole tanpa basa-basi. Ia berdiri sedikit jauh dari keberadaan Seung-ri, tapi mereka berdua saling berhadapan.
              Seung-ri melangkah untuk mendekat ke arah Nicole. Tapi, saat ia maju selangkah, gadis itu malah mundur. Ia maju selangkah lagi, namun Nicole tetap melakukan hal yang sama. Mengapa Nicole harus bersikap seperti itu? Jika ia mempercepat langkahnya, mungkin Nicole akan berlari. Jadi, apa yang harus ia lakukan sekarang?
              Ia kembali maju satu langkah sambil berkata, “Diam disitu dan jangan mundur lagi”. Gadis itu menuruti permintaan Seung-ri, ia memperlebar langkahnya, lalu meraih pergelangan tangan Nicole, “Ikut aku, kita perlu bicara”.
              “Tidak mau” sahut Nicole cepat. Dengan susah payah, ia berusaha melepaskan tangan Seung-ri yang mencengkeram pergelangan tangannya. Namun, usahanya sia-sia, karena Seung-ri justru menariknya paksa masuk ke dalam mobil.
              “Pakai sabuk pengamannya” kata Seung-ri dengan nada begitu dingin. Ia mengunci seluruh pintu mobil agar Nicole tidak lari keluar. Lalu memacu mobilnya dengan kecepatan tinggi.
***
              “Untuk apa kau membawaku kemari?” tanya Nicole sambil melihat ke luar jendela mobil. Sungai Han di tengah malam justru semakin membuatnya takut.
              Seung-ri tidak menanggapi pertanyaan dari Nicole. Ia melepas sabuk pengaman, lalu dengan matanya menyuruh Nicole juga melakukan hal itu lalu keluar dari mobil. Melihat Nicole yang seperti ini membuat hatinya semakin nyeri. Ia juga sebenarnya tidak ingin bersikap seperti ini pada Nicole, tapi ia butuh kejelasan atas hubunganya sekarang. Dan sikap Nicole malah membuatnya semakin bingung.
              Mereka berdua keluar dari mobil Seung-ri lalu berjalan sendiri-sendiri. Tidak ada yang membuka mulut untuk memulai pembicaraan. Mereka berdua hanya memandangi pemandangan tengah malam di sekitar Sungi Han dan merasakan hembusan angin malam yang mulai menusuk tulang. Di tempat inilah Seung-ri dan Nicole bertemu untuk pertama kalinya.
              “Kau ingat sesuatu?” suara dingin Seung-ri memecah keheningan yang mereka ciptakan sendiri. Ia menoleh ke samping menatap Nicole yang berdiri sedikit jauh dari tempatnya berdiri.
              “Mengingat apa? Aku sudah melupakan semuanya” jawab Nicole ringan. Bohong sekali ia mengatakan hal itu.
              “Jika kau memang sudah lupa, aku akan menceritakan sesuatu yang terjadi di temp…”
              “Sudah tidak perlu” sela Nicole cepat. Ia menghela napas, lalu dengan bersusah payah ia menoleh untuk menatap Seung-ri, “Aku tidak perlu mengingat tentang ‘sesuatu’ itu, karena aku memang ingin melupakannya”.
              Seung-ri berjalan mendekati Nicole. Dan, reaksi Nicole kali ini berbeda, gadis itu tidak lagi mundur ke belakang ketika ia mulai maju selangkah lebih dekat. Ia maju selangkah lebih dekat, dan kini ia sudah berada tepat di hadapan Nicole Jung.
              “Ada apa? Mengapa kau ingin melupakan ‘sesuatu’ itu? Bukankah kau sangat senang jika kita mengingat masa lalu di tempat ini. Kau pasti akan datang kemari jika sedang kesal padaku, aku pikir kau sedang kesal padaku, jadi aku membawamu kesini” kata Seung-ri sambil mendaratkan kedua tangannya di bahu Nicole.
              Nicole tidak menolak ketika Seung-ri melakukan hal itu, tapi ia tidak mempunyai nyali untuk bertatapan terlalu lama dengan Seung-ri. Terlalu menyakitkan menatap mata panda itu.
              “Nicole ah”
              “Bukankah hubungan kita sudah berakhir? Lalu untuk apa aku mengingat masa lalu itu. Hanya akan membuang-buang waktu Lee Seung-ri” ucap Nicole dengan tawa hambar yang sedikit dipaksakan. Perlahan-lahan, ia menyentuh tangan Seung-ri yang begitu dingin, menyingkirkan tangan itu dari bahunya.
              Seung-ri meremas tangannya sendiri lalu menghembuskan napasnya dengan berat, “Ada apa Nicole ah? Ada apa sebenarnya? Pertama, kau menghilang selama satu minggu. Kedua, saat kita bertemu, kau bilang kau takut padaku, memangnya aku ini Monster? Lalu, yang terakhir, kau mengakhiri hubungan kita begitu saja tanpa alasan yang jelas. Aku tidak cukup mengerti mengapa kau melakukan hal itu? Aku butuh alasan yang jelas Nicole ah” seru Seung-ri dengan nada yang cukup tinggi. Ia meraih tangan kiri Nicole lalu menempelkan tangan itu di dadanya, “Disini sakit sekali Nicole ah, sakit sekali melihat tingkahmu seperti ini, melihat kau tidak mempedulikkan aku”.
              Bulir-bulir air mata mulai membasahi pipi Nicole, ia memalingkan wajahnya karena tidak sanggup melihat Seung-ri yang juga mulai menangis. Haruskah ia menjelaskan semuanya sekarang?
              “Sejak hari itu, hari dimana kau melihat foto ibu dan kakak kandungku. Sejak hari itu kau mulai bertingkah aneh. Apakah kau pernah punya masalah di masa lalu dengan mereka berdua?” tanya Seung-ri dengan terisak. “Tolong jelaskan padaku apa yang sedang kau rasakan Nicole ah”.
              “Iya” jawab Nicole cepat. “Aku pernah punya masalah dengan kakakmu”.
              Choi Seung-hyun? Apa yang dilakukan laki-laki itu hingga membuat Nicole bersikap seperti ini padanya? Apakah kakaknya pernah membuat…? Lalu, ia mendengar Nicole berkata lagi.
              “Kau tahu mengapa aku bersikap seperti ini padamu? Kau tahu mengapa aku terlihat ketakutan saat berada di sampingmu?” kata Nicole. Ia menarik napas panjang lalu melanjutkan, “Semuanya karena aku tahu kalau kau adalah adik kandung dari Choi Seung-hyun, karena aku tidak bisa menerima kenyataan bahwa kau dan Choi Seung-hyun adalah kakak beradik.
              “Karena aku adalah adik dari Choi Seung-hyun? Mengapa harus seperti itu? Apa yang kakakku lakukan padamu sehingga kau bersikap seperti ini, jelaskan padaku Nicole ah…”
              Nicole mundur selangkah dari hadapan Seung-ri, ia menarik tangannya yang tadi tertempel di dada Seung-ri lalu melanjutkan penjelasannya, “Dulu, jauh sebelum aku bertemu denganmu, saat aku masih bersekolah di Universitas Tokyo. Aku bertemu dengan kakakmu saat acara seminar anti Narkoba, kebetulan kakakmu adalah salah satu Duta Anti Narkoba. Aku benar-benar terpesona saat pertama kali bertemu dengannya walaupun saat itu teman-temanku mengatakan jika Choi Seung-hyun adalah seorang playboy, itu tak lantas membuat pesona laki-laki itu hilang…”
              Seung-ri mencoba untuk menata dirinya sendiri yang cukup terkejut mendengar hal tersebut. Ia sangat tahu jika kakaknya adalah Playboy, tapi ia tidak pernah menyangka jika Nicole juga berhubungan dengan kakaknya.
              “Choi Seung-hyun mendekatiku, dan aku tidak menolak kehadirannya. Kami berkencan seperti pasangan kekasih pada umumnya. Kami saling mencintai satu sama lain, dan kenyataan bahwa Choi Seung-hyun adalah seorang playboy menguap begitu saja, karena ia bersikap sangat baik terhadapku. Namun, ketika hubungan kami berdua menginjak bulan ke enam, saat itu malam natal. Kami berdua berjalan-jalan  mengeliling kota Tokyo yang sangat ramai di malam natal. Tapi, tiba-tiba Seung-hyun mengajakku pergi ke hotel berbintang yang cukup terkenal di Tokyo. Aku tidak berpikir terlalu jauh saat itu, hingga ia membawaku ke sebuah kamar. Disitulah aku mulai panik dan bingung, apa yang akan dilakukan Seung-hyun padaku?...”
              Nicole menarik napas sekuat-kuatnya karena ia tidak mampu melanjutkan penjelasan selanjutnya. Terlalu menyakitkan baginya untuk mengingat saat itu, mengingat malam kelam dimana ia hampir kehilangan….dirinya sendiri.
              Seung-ri menatap Nicole yang menunduk ke bawah, mengapa Nicole tiba-tiba menghentikan penjelasannya? Apa jangan-jangan…?
              “Kakakku menyakitimu?” ucap Seung-ri sambil menyentuh lengan Nicole. “Kakakku melakukan hal yang buruk padamu?”
              Nicole menyingkirkan tangan Seung-ri yang menyentuh lengannya, ia tidak bisa menjelaskan lebih lanjut. Kejadian malam itu benar-benar kelam baginya.
              “Nicole ah” teriak Seungi. Tangannya mencengkram kedua lengan Nicole, “Apa yang terjadi? Tolong selesaikan penjelasanmu”.
              Ia mengangkat kepalanya lalu menatap Seung-ri, airmatanya jatuh dengan deras tanpa bisa ia cegah, “Luka di lengan kananku, luka disini” Nicole menunjukkan dadanya.  “Itu semua perbuatan kakakmu, itu semua perbuatan Choi Seung-hyun. Aku….aku hampir kehilangan…” dan tangis Nicole semakin menjadi.
              Seung-ri melepaskan cengkeramannya dari lengan Nicole. Ia mengatur napasnya yang mulai terengah-engah. Otaknya berusaha mencerna dengan baik-baik kata-kata terakhir yang diucapkan Nicole. Luka di lengan kanan? Luka di dada Nicole? Nicole hampir kehilangan…? Astaga, Nicole? Ia tiba-tiba menutup mulutnya.
              “Kau mengerti sekarang, kau sudah mendengar semua penjelasanku bukan? Jadi, aku bisa melepaskanmu dengan ringan. Semuanya sudah jelas sekarang. Karena hal itu aku tidak bisa menatapmu dengan cara yang sama seperti dulu” kata Nicole sambil menghapus airmatanya. Ia dengan perlahan membalikkan tubuhnya, lalu berjalan menjauh dari hadapan Lee Seung-ri. Ia berjalan dengan sangat pelan, karena lubuk hatinya masih menginginkan jika Seung-ri berteriak untuk mencegah kepergiannya.
              “Tunggu Nicole ah” teriak Seung-ri. Secara otomatis Nicole menghentikan langkahnya, walau sebenarnya ia tidak seharusnya melakukan hal itu. “Tapi, aku adalah aku dan Choi Seung-hyun adalah Choi Seung-hyun, mengapa kau menyamakan aku dengan kakakku?”
              Nicole tidak membalikkan tubuhnya, ia tetap berdiri pada posisinya semula. “Karena jika aku melihatmu, aku juga melihat bayangan Choi Seung-hyun. Jika aku bersamamu, aku merasakan aura ketakutan yang luar biasa, jika aku menatapmu, aku juga melihat tatapan mata Choi Seung-hyun”.
              “Kau sudah mengenalku dengan baik Nicole ah, aku bukan Choi Seung-hyun. Kau tidak bisa memperlakukan aku seperti kau memperlakukan kakakku. Aku adalah Lee Seung-ri, orang yang sangat mencintaimu…”
              “Iya, aku tahu kau adalah orang yang mencintaiku. Aku juga mencintaimu Lee Seung-ri. Aku sangat mencintaimu Seung-ri ah, tapi…”
              ‘Tapi apa Nicole ah?”
              “Tapi… darah yang mengalir di tubuh Choi Seung-hyun juga mengalir di tubuhmu. Kalian berdua mempunyai ikatan darah yang kuat dan tidak bisa dipisahkan. Dan, hal itu yang membuatku melakukan ini. Aku tidak ingin berhubungan lagi dengan orang-orang yang berada di sekitar Choi Seung-hyun…”
              Seung-ri memegangi dadanya yang terasa semakin nyeri. Ia mengangkat kepalanya dan melihat Nicole yang berjalan semakin menjauh darinya. Ia tidak bisa melihat ini, ia tidak bisa melihat Nicole berada jauh darinya, ia tidak bisa. Lalu, tiba-tiba… Seung-ri yang masih menangis menyanyi dengan suara sangat keras.
I love you baby I’m not a monster
Neon aljanha yejeon nae moseupeul
Shigani jinamyeon sarajyeo beoril tende
Geu ttaen al tende baby
I need you baby I’m not a monster
Nal aljanha ireohge gajima
Neo majeo beorimyeon nan jukeobeoril tende
I’m not a monster
              Entah mengapa langkah kaki Nicole terhenti ketika Seung-ri menyanyikan lagu itu. Tubuhnya bergetar hebat dan ia ingin sekali membalikkan tubuhnya lalu berlari memeluk Seung-ri. Namun, ia tidak bisa melakukan hal itu. Ini cara terbaik untuknya dan Seung-ri. Laki-laki itu pasti akan baik-baik saja, pasti.
              “Nicole ah, jangan pergi, aku mohon padamu jangan pergi” teriak Seung-ri saat melihat Nicole justru semakin jauh dari posisinya sekarang. “Jangan pergi Nicole ah” teriaknya lebih keras. Namun, semua teriakan tadi seakan sia-sia karena Nicole sudah menghilang dari pandangannya sekarang. Mengetahui hal itu, Seung-ri jatuh berlutut ke tanah. Ia menangis sejadi-jadinya sambil mengempalkan tangan kanannya. Seung-ri memukul-mukul dadanya sendiri yang terasa sangat sakit, disini sakit sekali. Aku adalah Lee Seung-ri, orang yang sangat mencintaimu Nicole ah…. Bukan Choi Seung-hyun…

~~the end~~
author: @ofaoktaraa

"ini fanfict dari teman kalian vips.. semoga kalian suka.." zr^^

[fanfict] I'm not a monster part 1


cast: seung-ri. choi seunghyun, kwon jiyong, dong youngbae,nicole
author: @ofaoktara 

           Seung-ri membuka matanya perlahan dan melihat sinar matahari sudah memenuhi kamarnya yang lebih mirip kapal pecah. Kemarin sore ia baru sampai di Seoul setelah satu minggu berada di Tokyo, Jepang untuk menghadiri pertunangan kakaknya, Choi Seung-hyun. Sebenarnya waktu satu minggu tidak cukup baginya, karena 10 tahun yang lalu ia sudah harus hidup terpisah dengan ibu dan kakak kandungnya. Ayah dan ibunya bercerai. Ia lebih memilih hidup bersama dengan ayahnya, dan Seung-hyun, kakaknya lebih memilih hidup bersama ibunya. Dua tahun setelah perceraian itu, ibunya menikah lagi. Dan sejak saat itu, Seung-ri dan Ayahnya pindah ke Los Angeles. Ia melanjutkan sekolahnya, dan sang ayah membangun bisnis. Ketika ia selesai dengan S1nya di Los Angeles, ia memutuskan untuk bekerja di Seoul, dan mengajak ayahnya juga.
              Ia menyibak selimut tebal berwarna coklat susu yang membalut tubuhnya. Dengan satu gerakan cepat, ia mengambil benda berharga bagi semua orang. Iya, ponsel. Ponsel itu masih terlihat oleh indra penglihatannya diantara barang-barang yang berserakan di kamar tersebut. Ia menekan beberapa nomor, lalu telpon tersambung, dan terdengar suara riang dari ujung telpon. Suara yang mengukir senyum indah di bibirnya.
              “Hallo”. Suara riang itu yang ia rindukan, sangat ia rindukan. Sangat sulit menghubungi gadisnya itu ketika ia berada di Seoul.
              “Hallo” ulang gadis itu. “Oh iya, seharusnya aku berkata seperti ini. Good morning Dear. How missed I’m? Hey, I miss your voice so much. I miss you so much”.
              Seung-ri terkekeh mendengar celotehan gadisnya yang terdengar sangat ringan di telinganya. “Really? I just little miss you, not too much” katanya bergurau.
              Ia mendengar jelas ketika gadis itu mendesah. “Okay, may be you had been met beautiful girl in Tokyo, and you fall in loved with her”.
              Kali ini Seung-ri tertawa terbahak-bahak mendengar tuduhan yang tidak jelas dari gadisnya itu. Ia memang bertemu dengan banyak gadis cantik, tapi sangat tidak mungkin ia jatuh cinta pada gadis-gadis itu.
              “Honey?”
              “Nae Changiya. I’m still here”.
              “Dan, apakah kau bertemu dengan gadis –gadis cantik di Seoul?”
              “Of course
              Hening sejenak. Seung-ri tidak mendapati suara gadisnya terdengar di telinganya. Sebelum pikiran gadisnya melayang kemana-mana, ia segera menambahkan, “Tapi, kau sudah mengunci hatiku hanya untukmu, mana mungkin aku bisa jatuh hati pada gadis lain”.
              Tapi, suasana masih tetap hening. Seung-ri tidak mendengar suara apapun dari ujung telpon. “Nicole ah?” panggilnya.
              “Thanks dear, Thank you so much” kata Nicole. “Jadi, apakah kau masih di tempat tidur sekarang?”.
              “Bagaimana kau bisa tahu?” tanya Seung-ri heran. Nicole telah mengenalnya begitu baik, dan Nicole telah membawa separuh hidupnya
              “Aku hanya menebak” jawab Nicole ringan.
              “Sekarang kau ada dimana?”
              “Kau tebak saja”.
              “Jangan membuat tebak-tebakkan di pagi hari Nicole ah”.
              “Berarti kau tidak peka dengan keadaanku”.
              “Bukan seperti itu” Seung-ri memindahkan ponsel dari telinga kiri ke telinga kanan. Ia bangkit dari tempat tidur lalu berjalan keluar dari kamarnya yang sangat berantakan. “Baiklah, aku akan menebak dimana kau berada” katanya. Kakinya melangkah dengan begitu cepat menuju ruang tamu. Lalu, entah apa yang merasuki pikirannya, “Jangan bilang kau sudah ada di depan appartement Ji-yong Hyung?”
              Nicole hanya bergumam tidak jelas, dan itu membuat kening Seung-ri berkerut. Kemudian sambungan telpon tiba-tiba terputus, dan bel pintu appartement Kwon Ji-yong berbunyi.
***
              Nicole Jung memamerkan senyumnya yang paling indah saat Seung-ri membuka pintu. Ia mengangkat tangan lalu menyapa laki-laki yang sangat dicintainya itu.
              Seung-ri mendesah, ia tidak mempercayai matanya sendiri jika Nicole sudah berdiri di depannya sekarang. Tanpa membalas sapaan dari Nicole, ia melingkarkan kedua tangannya di leher gadis itu, lalu mengatakan sesuatu, “Astaga, aku benar-benar merindukanmu Nicole ah”. Ia tahu jika gadisnya sedikit terkejut ketika ia melakukan hal tadi. Tapi, bukankah hal itu yang dilakukan seseorang jika merindukan kekasihnya kemudian bertemu lagi?
              Awalnya tangan Nicole terkulai di sisi tubuhnya. Tapi, kehangatan tubuh Seung-ri sudah menjalari sekujur tubuhnya, dan ia percaya bahwa pelukan ini bukan mimpi, pelukan ini sangat nyata. Ia mengangkat tangannya yang sedari tadi terkulai di sisi tubuhnya, lalu memperat pelukan Seung-ri.
              “Jadi, kau bohong kan?” bisik Nicole sambil tertawa kecil.
              Seung-ri mengerutkan dahi, ia melonggarkan pelukannya agar bisa melihat wajah Nicole. Ia mengangkat bahu, lalu berkata, “Bohong? Aku tidak pernah berbohong padamu”.
              “Kau tadi mengatakan jika kau hanya sedikit merindukanku” kata Nicole dengan memberengutkan wajahnya. Ia melihat Seung-ri yang lantas tertawa mendengar kata-katanya tadi. Ia juga ikut tertawa kecil karena menurutnya reaksinya tadi sedikit berlebihan.
              Seung-ri menatap Nicole lembut. Disaat seperti inilah jantungnya berdetak tidak normal, napasnya terengah-engah, ia juga tidak tahu mengapa hal itu terjadi. Padahal hubungannya dengan Nicole sudah berjalan hampir 1 tahun, namun rasa gugup seperti ini sering sekali muncul. “Baiklah, aku tidak akan berbohong seperti ini lagi. Aku akan jujur jika aku merindukanmu setiap hari, jika aku merindukanmu setiap waktu” kata Seung-ri lembut.
              Kata-kata Seung-ri tadi membuat Nicole tersenyum gembira. Ia belum pernah merasakan sebahagia ini, ia belum pernah sangat mencintai seseorang seperti saat ia mencintai Seung-ri. Lalu, tiba-tiba ada pikiran aneh yang merasuki otaknya. Ia menangkup wajah Seung-ri, berjinjit, lalu mengecup bibir laki-laki ringan.
              Seung-ri hanya bisa menatap Nicole yang sedang salah tingkah dengan tatapan bingung dan terkejut. Ciuman ringan tadi seolah-olah menghentikkan dunia. Ia memegangi bibirnya dan masih merasa tidak percaya, “Nicole ah” ia lalu tersenyum gembira. “Kau benar-benar sulit ditebak”.
              Nicole tertawa datar, ia masih merasa salah tingkah melakukan ciuman ringan tadi. Bukankah tindakan yang sangat gegabah?
              Mereka berdua saling tatap satu sama lain, entah tatapan kosong, atau tatapan yang lain. Mereka hanya diam di tempat. Mendadak, Seung-ri menarik pinggang Nicole mendekat padanya. Ia mendekatkan wajahnya ke wajah Nicole. Ia melihat dengan jelas jika Nicole sudah menutup matanya. Ia hanya tertawa kecil melihat hal itu, lalu semakin mendekatkan wajahnya hingga hanya berjarak beberapa sentimeter saja dari wajah Nicole. Bibir Seung-ri sudah sangat dekat, sampai… mereka berdua mendengar suara teriakan dari belakang.
              “Hey, jangan bercumbu di pagi hari” begitulah suara teriakan itu. Secara otomatis, Seung-ri dan Nicole menjauhkan tubuh mereka masing-masing dan terlihat salah tingkah. Seung-ri menoleh ke belakang melihat Kwon Ji-yong dengan sweater hitam dan celana panjang putih mengerutkan dahi menatap mereka berdua. Penampilannya terlihat sangat acak-acakan karena ia memang baru bangun dari tidur yang kelihatannya buruk semalam. Lalu, Ji-yong memasang seulas senyum dan mengangkat sebelah tangan menyapa Nicole. “Apa kabar Nicole ah, sudah lama tidak bertemu?”
              Nicole hanya tersenyum, “Baik, bagaimana denganmu Oppa?”
              “Seperti yang kau lihat hari ini” kata Ji-yong memandang tubuhnya sendiri. Ia kembali menatap Nicole, lalu mengalihkan tatapannya ke arah Seung-ri. “Dan kau Seung-ri ah, jangan biarkan gadis cantik hanya berdiri di situ saja, cepat ajak dia masuk ke dalam”.
              Seung-ri hanya mengangguk-anggukan kepalanya. Ia meraih bahu Nicole, merangkulnya untuk masuk ke dalam. “Kau lihat kan, Ji-yong Hyung terlihat sedikit aneh pagi ini?” bisik Seung-ri. Nicole hanya tertawa kecil mendengar hal itu.
              “Apa yang kau katakan tadi?” seru Ji-yong. Ia membalikkan tubuhnya ke belakang lalu menatap Seung-ri tajam. “Aku terlihat aneh?” katanya lagi.
              Seung-ri hanya memasang senyum datar tanpa menanggapi ucapan laki-laki itu. Lalu, ia mendengar Ji-yong berkata lagi, “Nicole ah, maukah kau buatkan sarapan untuk kami berdua? Kau tahu jika pacar kesayanganmu itu tidak bisa memasak dengan baik.”
***
              Tepat pukul 10.00, Kwon Ji-yong bersama Lee Seung-ri dan Nicole Jung tiba di gedung appartement dekat pusat kota Seoul. Jarak gedung itu dari appartement Ji-yong cukup jauh karena milik Ji-yong berada di pinggiran kota. Ji-yong menyuruh Seung-ri dan Nicole untuk turun. Kemudian ia berkata bahwa dirinya tidak bisa membantu Seung-ri pindah rumah karena pekerjaannya sangat banyak. Setelah selesai menurunkan beberapa barang, mobil Ji-yong pun meninggalkan gedung appartement itu.
              “Appartementnya terlihat mewah” gumam Nicole sambil mendongak menatap gedung appartemen itu.
              Seung-ri meraih bahu Nicole sambil menarik koper besar yang ia bawa, “Benarkah? Aku juga tidak tahu kapan ayahku membelinya. Aku hanya tahu jika aku harus segera menempati appartement ini bersama ayahku dan istri barunya”.
              Nicole terkejut ketika mendengar Seung-ri mengatakan hal tadi, ia menatap Seung-ri lalu bertanya, “Istri baru? Jadi ayahmu memutuskan untuk menikah lagi?”
              Seung-ri memindahkan tangannya lalu menggenggam tangan Nicole, “Aku rasa seperti itu. Kau tahu siapa wanita itu? Dia dosenku saat aku masih kuliah, bukankah kebetulan sekali?” mereka berdua berjalan masuk ke dalam gedung appartement, lalu Seung-ri menambahkan, “Aku juga tidak menyangka setelah perceraian 10 tahun lalu ayahku berniat menikah lagi, tapi sudahlah, aku juga ingin melihatnya bahagia”.
              Mereka berdua masuk ke dalam lift menuju lantai tiga, “Jadi kapan pernikahan itu akan berlangsung?”
              “Bulan depan, maaf aku memberitahumu terlambat” kata Seung-ri. Saat itu pintu lift terbuka, dan mereka berjalan beriringan keluar dari lift. “Kau tahu kan aku sangat sibuk akhir-akhir ini sehingga kita saja tidak punya waktu untuk berdua” lanjutnya.
              Mereka sampai di depan appartementnya. Ia merogoh kunci dari dalam saku celana, tapi ia tidak langsung membuka pintu, melainkan menatap Nicole yang memegang boks sedang berisi barang-barang miliknya lalu berkata lagi, “Jadi, kapan kita akan meresmikan hubungan ini?” katanya dengan nada yang dibuat tegas dan jelas.
              Entah apa yang merasuki pikiran Nicole sehingga ia melepaskan genggaman tangan Seung-ri begitu saja lalu mundur satu langkah. Ia cukup terkejut atas kata-kata yang diucapkan Seung-ri tadi, meresmikan hubungan? Menikah maksudnya? Mengapa cepat sekali?
              “Kita sudah berpacaran selama 1 tahun, apakah waktu itu masih terlalu singkat untukmu? Kau butuh waktu berapa lama sampai kita bisa sampai ke titik itu?”
              Ia belum mengatakan apapun, lalu mengapa Seung-ri bisa berkomentar seperti itu? Apakah ia tadi menyuarakan pikirannya? Oh, sunggu benar-benar bodoh dirinya saat ini. Sekarang, apa yang harus ia jawab? Ah, ia tidak tahu, otaknya sangat lamban bekerja sekarang, otaknya tidak bisa memproses kata-kata yang ingin ia keluarkan. Aduh, bagaimana ini?
              Seung-ri hanya tertawa kecil melihat dirinya yang hanya mengigit bibir sambil memutar bola mata. Pasti ia sekarang terlihat aneh, pasti seperti itu. Mendadak matanya terbelalak ketika Seung-ri berjalan mendekat lalu menangkup wajahnya. Laki-laki itu hanya menatapnya. Iya, disaat inilah ia sangat menyukai Lee Seung-ri, tatapan laki-laki itu membuatnya merasa tenang, membuatnya merasa nyaman, membuatnya merasa menjadi wanita paling bahagia. Ia sendiri tidak sadar ketika wajah mereka sangat dekat, dan Seung-ri menyentuh bibirnya dengan sangat lembut. Ia memang terkejut, tapi kelembutan sentuhan tadi membuatnya semakin tenang, semakin nyaman dan semakin bahagia. Dan, boks yang ada di tangannyapun jatuh ke lantai begitu saja.
              Sentuhan tadi hanya berlangsung beberapa saat karena tiba-tiba saja ada beberapa orang yang mungkin tinggal di gedung appartement itu juga melewati mereka berdua. Orang-orang itu menatap mereka dengan tatapan geli dan heran. Hanya Nicole yang menyadari keberadaan orang-orang itu sehingga ia dengan gerakan cepat melepaskan sentuhan itu dan menatap Seung-ri yang terlihat enggan. Ia mengambil paksa kunci appartement dari tangan kiri Seung-ri. Dengan satu gerakan cepat, ia memasang kunci pada knop pintu, membukanya lalu menarik Seung-ri masuk ke dalam bersama barang-barang yang tergeletak di lantai saat ‘sentuhan’ tadi.
***
              Appartement tersebut tidak sepenuhnya kosong. Di ruang tamu sudah ada sofa berwarna hitam dengan plisir berwarna perak lengkap dengan meja. Berjalan ke kiri sedikit, ada ruang santai dengan bantal duduk dan TV LCD yang cukup besar. Ruang santai itu terlihat sangat nyaman. Di sekitar ruang santai ada dua buah kamar yang nantinya akan menjadi kamar Seung-ri dan ayahnya.
              Nicole dan Seung-ri meletakkan barang-barang yang mereka bawa di meja ruang tamu. “Aku mengecek kamar dulu” kata Seung-ri seraya menyuruh Nicole untuk duduk di sofa lalu menarik koper besarnya. Nicole menuruti kata-kata Seung-ri untuk duduk di sofa. Ia meletakkan boks yang ia bawa tadi di meja, lalu menatapnya dengan pandangan disipitkan. Ia sedikit penasaran dengan isi kotak tersebut, tapi bukankah tidak sopan jika ia membuka boks tersebut jika pemiliknya tidak tahu. Ia mengurungkan niatnya membuka boks tersebut.
              Nicole menyandarkan tubuhnya ke belakang lalu merasakan betapa sofa ini sangat empuk. Ia melipat kedua tangannya di depan dada lalu menerawang ke depan. Ia tiba-tiba memikirkan kata-kata Seung-ri sebelum menciumnya tadi. Kata-kata tentang pernikahan, tentang Seung-ri yang ingin meresmikan hubungan mereka berdua. Sebenarnya ia juga menginginkan hal itu, menginginkan hubungannya sampai pada titik yang paling tinggi, pernikahan. Keluarganya di Jepang juga sudah mengetahui tentang Seung-ri, dan ia juga sudah sering bertemu dengan ayah Seung-ri. Mungkin ia dan Seung-ri bisa saja sampai ke titik tersebut. Tapi baginya, waktu satu tahun masihlah kurang untuknya menjalin hubungan. Waktu itu masih sangat kurang, ia masih merasa belum mengenal Seung-ri dengan baik. Ia masih sedikit ragu dengan Seung-ri walau laki-laki sudah menunjukkan segalanya, menunjukkan jika laki-laki itu memang mencintainya, menyayanginya dan ingin memiliki hatinya. Ia sangat tahu akan hal itu. Laki-laki itu bahkan memberikan untuknya lebih, melebihi ekspektasinya. Laki-laki itu sudah mengeluarkannya dari jurang trauma yang menurutnya sangat mengerikan. Dan, Seung-ri berhasil membuatnya merasakan cinta yang sebenarnya.
              “Honey, apakah kau melamun?”
              Suara itu membuyarkan pikiran Nicole begitu saja. Ia memperbaiki posisinya duduknya lalu menatap Seung-ri yang sedang menyunggingkan senyum paling membahagiakan di dunia untuknya. Mungkin, jika ia bisa hidup bersama dengan Seung-ri ia akan melihat senyum itu setiap harinya.
              “Honey” panggil Seung-ri sekali lagi. “Apa yang sedang kau pikirkan?” tanyanya berjalan mendekat ke arah Nicole lalu duduk disamping gadis itu.
              Nicole hanya menggeleng dan tersenyum. Ia melingkarkan sebelah tangannya di pinggang Seung-ri lalu menjatuhkan kepalanya di bahu laki-laki itu. “Aku melamun karena menunggumu, apa yang kau lakukan di kamar sehingga membuatku menunggu?” tanyanya seraya meraih tangan Seung-ri kemudian menggenggamnya erat.
              Seung-ri hanya tertawa geli mendengar kata-kata yang Nicole ucapkan. Ia merangkul bahu Nicole lalu mengecup dahinya sekilas, “Aku minta maaf karena membuatmu menunggu” katanya ringan. Seung-ri meletakkan kepalanya di atas kepala Nicole kemudian menikmati suasana yang hangat dan nyaman ini. Bersama dengan Nicole selalu membuat suasana terasa menyenangkan. Ia tidak bisa membayangkan suasananya tanpa Nicole, ia tidak ingin seperti itu. Karena ia sendiri merasa Nicole membawa separuh hidupnya.
              “Jadi, apa yang harus kita lakukan di appartement barumu ini? Kau hanya ingin kita melakukan hal seperti ini saja?” tanya Nicole mendongak menatap Seung-ri.
              “Sebenarnya aku ingin melakukannya, ta…” kata-kata Seung-ri terhenti tiba-tiba karena terkejut sekaligus bingung melihat Nicole yang tiba-tiba menjauh darinya dan dari posisi duduk sebelumnya. Mata bulat gadisnya itu menatapnya dengan tatapan sangat tajam.
              “Maksudku, aduh, ah..” ia tidak bisa menjelaskan tentang kata-katanya tadi. Aduh, Nicole pasti sudah berpikir macam-macam tadi. Aduh, bagaimana ini? “Sudahlah, lupakan kata-kataku tadi” kata Seung-ri akhirnya. Ia menggaruk-garuk kepalanya karena bingung.
              Nicole mengangguk mengerti, ia tidak beranjak dari tempatnya dan masih menatap Seung-ri tajam. Astaga, mengapa sikapnya berlebihan sekali? Bukankah ia yang mulai dengan kata-kata itu, mengapa ia langsung menjauh begitu saja? Bodoh.
              Kemudian ia melihat Seung-ri berdiri dan berkacak pinggang. Apa yang akan dilakukan oleh laki-laki ini? Jangan, jangan berpikir macam-macam Nicole, jangan!.
              “Mau membantuku membersihkan appartement ini?” tanya Seung-ri asal. Ia sudah kehabisan akal untuk menjelaskan tentang kata-katanya tadi, jadi ia langsung menuju pokok masalah. Bersih-bersih bersama adalah tujuan awalnya. Tapi, mungkin ia salah memberikan intro untuk kata-kata bersih-bersih bersama tadi. Iya, nampaknya seperti itu. Kemudian, ia melihat Nicole yang menggangguk-anggukan kepalanya, lalu berkata “Baiklah”.
***
              Seung-ri membuka boks yang ia bawa dari appartement Kwon Ji-yong. Nicole yang duduk di sofa hanya berdeham tidak jelas sambil menatap Seung-ri dengan tatapan heran. Mengapa membuka boks itu saja lama sekali? Pikir Nicole dalam hati.         
              Acara bersih-bersih bersama yang direncanakan oleh Seung-ri berjalan dengan lancar. Ia menikmati kegiatan tersebut karena Nicole ada disini membantunya, dan saat ini ia tahu jika gadisnya itu sedang menatapnya dengan kening berkerut. Gadis ini pasti sudah tidak sabar dengan isi boksnya, karena selama bersih-bersih tadi, isi boks itulah yang terus menerus ditanyakan oleh Nicole.
              Ia mengeluarkan beberapa foto yang sudah terhias rapi di dalam bingkai dengam warna-warna menarik. Nicole dengan cepat meraih beberapa bingkai, “Foto kita?” tanya Nicole.
              Seung-ri mengangguk. Ia memindahkan posisi duduknya agar lebih dekat dengan Nicole. Ia mengeluarkan bingkai lain yang berisi foto mereka berdua. “Kau senang?” tanyanya. “Aku ingin memasang foto-foto ini di seluruh sudut ruangan, tapi bukankah kau tahu sendiri jika aku menumpang di tempat Ji-yong Hyung, jadi mana mungkin aku bisa memasang semua foto ini” ocehnya panjang lebar. Nicole hanya tertawa geli mendengarkannya.
              “Namun, mungkin sekarang aku bisa memasang semua ini” kata Seung-ri menunjukkan ekspresi bahagianya. Ia meraih bingkai-bingkai lain di dalam boks, “Ternyata foto kita sudah sangat banyak ya” katanya menatap beberapa bingkai itu. “Lihat, betapa kerennya aku disini”.
              Nicole mengerutkan keningnya, “Keren? Kau tahu, kau adalah pacarku yang sama sekali tidak keren” seru Nicole, kemudian ia meraih bingkai di tangan Seung-ri, “Namun, kau harus berbangga hati punya pacar yang sangat cantik sepertiku”.
              Seung-ri mengangguk-angguk asal, ia lalu memalingkan wajahnya dan berpura-pura kesal, “Jadi, aku bukan pacarmu yang keren?” tanyanya dengan nada kesal. “Lalu, mengapa kau menjadi pacarku? Bukankah banyak laki-laki yang jauh lebih keren daripada aku?”
              “Bu…bukan seperti itu” kata Nicole menggigit bibirnya. Apakah Seung-ri tersinggung dengan kata-katanya tadi?
              Seung-ri tetap memberengut dan memasang wajah kesal di depan Nicole. Ia berpura-pura mengacuhkan Nicole dan mengeluarkan barang-barangnya dari dalam boks. Ia ingin tahu, bagaimana reaksi Nicole selanjutnya?
              “Seung-ri ah” rajuk Nicole. Ia menyentuh lengan Seung-ri, mencoba membuat laki-laki itu agar tidak mengacuhkannya. Ia mencoba beberapa kali, dan hasilnya nihil. Seung-ri tetap asyik dengan tumpukan barang-barangnya dan tetap mengacuhkan Nicole.
              “Kau memang tidak keren sama sekali, terlebih dengan sikapmu yang seperti ini” ucap Nicole akhirnya. Kata-katanya tadi sukses mengalihkan perhatian Seung-ri, karena laki-laki itu langsung menatapnya tajam. Ia kemudian berkata lagi, “Kau ingin tahu apa yang membuatku begitu mencintaimu?”
              “Apa?” sahut Seung-ri cepat.
              Nicole tersenyum, ia meraih tangan kanan Seung-ri lalu menggenggamnnya erat, “Karena kau menuliskan namaku di hatimu. Karena kau membuatku keluar dari rasa sakit dan trauma yang teramat sangat, karena kau selalu tersenyum bahagia di depanku. Dan, karena kau mengukir cinta yang sangat banyak disini” ia menunjuk dadanya sendiri menggunakan tangan Seung-ri, “Karena rasa cinta keluar dari sini”.
              Seung-ri untuk beberapa saat terperangah tidak percaya mendengar semua ucapan Nicole tadi. Karena kau menuliskan namaku di hatimu. Karena kau membuatku keluar dari rasa sakit dan trauma yang teramat sangat, karena kau selalu tersenyum bahagia di depanku. Dan, karena kau mengukir cinta yang sangat banyak disini. “Benarkah seperti itu?”
              Nicole mengangguk dengan mantap. Tidak ada keraguan sedikitpun tentang kata-katanya tadi, tidak ada sama sekali. Memang kenyataan itulah yang ada padanya sekarang.
              Dengan gerakan cepat, Seung-ri meraih tubuh Nicole menggunakan tangannya yang terbebas, merengkuh gadis itu masuk ke dalam pelukannya. Oh sial, jantungnya tidak normal kali ini. Dan, mereka berpelukan untuk beberapa saat.
              “Aku ingin melihat foto-foto yang lain” bisik Nicole.
              “Tunggu sebentar, sebentar saja” kata Seung-ri mempererat pelukannya.
              “Ayolah” pinta Nicole.
              “Baiklah” Seung-ri melepaskan pelukan itu dengan enggan.
              Mereka berdua kembali memusatkan perhatian pada bingkai-bingkai cantik di dalam boks milik Seung-ri. Nicole beberapa kali tertawa melihat begitu banyak dokumentasi yang mereka miliki. Seung-ri mengambilkan buku Album yang juga tertumpuk bersama dengan bingkai-bingkai tadi. Dan ternyata, foto mereka juga sangat banyak disana.
              “Kita baru satu tahun berpacaran, mengapa begitu banyak foto yang kau miliki?” tanya Nicole dengan kerutan di keningnya.
              “Aku yakin kau punya foto kita jauh lebih banyak” sahut Seung-ri pendek. Ia meletakkan buku album tadi di meja, lalu meraih kantong kertas berisi foto-foto bersama keluarganya saat pertunangan Choi Seung-hyun.
              “Benarkah?” tanya Nicole asal. Ia melirik ke arah kantong kertas yang dipegang Seung-ri. Ia penasaran dengan isi dari kantong kertas tersebut, apakah isinya juga foto-foto mereka berdua?
              Seung-ri melihat dengan jelas saat Nicole terus melirik ke arah kantong kertas yang di pegangnya sekarang. Karena ia sangat mengetahui jika Nicole adalah orang yang mudah sekali penasaran, ia lalu berkata “Kau mau lihat isinya?”
              Nicole mengangguk, “Apa kantong kertas itu juga berisi foto-foto kita?”
              “Bukan, melainkan foto-foto saat pertunangan kakakku kemarin, kau ingin melihatnya?”
              “Iya, aku belum pernah melihat kakak kandung dan ibumu” kata Nicole cepat. Ia juga perlu mengetahui siapa ibu dan kakak kandung Seung-ri.
              Nicole melihat Seung-ri mengambil foto-foto yang nampaknya baru dicetak. Lalu Seung-ri memberikan foto itu padanya. Ia benar-benar sangat terkejut ketika melihat foto itu. Foto dimana ada Seung-ri dan ayahnya, lalu seorang laki-laki yang sangat ia kenal walau penampilannya sudah sangat berubah, dan dua orang wanita lainnya.
              Tangannya bergetar ketika melihat foto pertama itu. Lalu, Nicole mengganti foto pertama dengan foto selanjutnya. Kali ini hanya Seung-ri dan laki-laki itu. Apakah mungkin laki-laki itu adalah kakak kandung Seung-ri? Tidak, tidak mungkin, laki-laki itu pasti bukan kakak kandung, pasti seperti itu.
              “Seung-ri ah, siapa laki-laki ini?” tanya Nicole dengan bibir gemetaran dan keringat dingin yang sudah mulai membasahi tubuhnya.
              “Kakak kandungku” jawab Seung-ri pendek. Seung-ri sama sekali tidak menyadari jika jantung Nicole berhenti berdegup, keringat dingin mengucur deras, dan Nicole kehilangan udara disekitarnya.
              “Benarkah?” tanya Nicole masih memandang foto Seung-ri dengan laki-laki yang disebut kakak kandung oleh Seung-ri dengan tatapan kosong. Astaga, ia masih tidak percaya sama sekali.
              Seung-ri mengangguk, lalu sedikit heran dengan sikap Nicole yang mendadak aneh di matanya. “Ada apa? Laki-laki itu memang kakak kandungku, namanya Choi Seung-hyun” kata Seung-ri menjelaskan.
              Choi Seung-hyun? Kakak kandung Seung-ri bernama Choi Seung-hyun? Tidak, ini tidak mungkin. Tapi mengapa nama depan mereka berdua berbeda. Ia tidak pernah menyangka jika Seung-ri adalah adik kandung dari laki-laki yang membuat luka dalam hidupnya.
              Nicole menoleh menatap Seung-ri, lalu ia baru menyadari kemiripan antara Seung-ri dan Choi Seung-hyun. Mata mereka berdua sangat mirip, namun cara Seung-ri menatap Nicole dan cara Choi Seung-hyun menatapnya memang berbeda. Tatapan Seung-ri adalah tatapan lembut dan menenangkan, lalu bagaimana dengan tatapan kakak Seung-ri? Astaga, mengapa ia tidak menyadarinya sejak awal jika Seung-ri dan Seung-hyun adalah saudara kandung? Mengapa baru sekarang? Mengapa disaat ia benar-benar mencintai Seung-ri? Mengapa ia harus masuk lagi ke dalam lingkaran rumit ini? Mengapa seperti itu?
***
              “Nicole ah”
              Nicole mendongak mencari suara yang memanggilnya tadi. Ia menoleh ke samping dan mendapati Seung-ri sedang menatapnya dengan tatapan heran.
              “Ada apa?” tanya Seung-ri cemas. Ia menangkap sesuatu yang aneh dari tatapan Nicole.
              “Tidak apa-apa” sahut Nicole pendek. Ia kembali mengaduk-aduk ramennya yang mungkin sudah dingin. Pikirannya masih melayang-layang memikirkan nama Choi Seung-hyun. Nama yang sangat ia benci sampai kapanpun, nama yang membuatnya harus menguak luka lama dan nama yang membuatnya memandang Seung-ri dengan cara yang berbeda sekarang.
              Seung-ri hanya menghela napas melihat sikap Nicole yang tiba-tiba aneh. Apa yang terjadi dengan gadisnya sekarang? Sejak tadi pagi, suasana hati Nicole benar-benar baik, lalu mengapa gadis itu tiba-tiba diam saja? Apakah foto kakak dan ibunya tadi yang membuat Nicole seperti ini? Mungkinkah?
              Suasana di appartement Seung-ri mendadak hening dan senyap. Nicole terus mengaduk-aduk ramen yang sedari tadi tidak dimakan olehnya. Ia masih bergulat dengan pikirannya sendiri. Ia tidak pernah menduga bahwa kenyataannya ia harus kembali berhubungan dengan Choi Seung-hyun karena kekasihnya sekarang adalah adik kandung dari laki-laki itu. Nicole tidak pernah menyangka akan berhubungan dengan kakak beradik itu. Konyol sekali, kakaknya membuat Nicole terluka dan adiknya yang mengobati lukanya. Wanita macam apa Nicole yang berhubungan dengan kakak lalu adiknya? Oh sialan, ia benci dengan kenyataan itu. Ia benar-benar membenci jika Seung-ri adalah adik kandung dari laki-laki yang pernah membuat ia terluka.
              Dengan jelas, Seung-ri melihat Nicole berulang kali menghela napas. Sesekali mata gadis itu menutup lalu mendesah panjang. Lalu, tiba-tiba ia melihat Nicole bangkit dari kursi dengan gugup, sampai-sampai ramen yang ada di depannya tumpah ke meja makan.
              “Pukul berapa ini?” tanya Nicole dengan suara yang terdengar tidak menyenangkan di telinga Seung-ri. Mengapa ia seperti melihat ada rasa takut di wajah Nicole?
              “Pukul 9” jawab Seung-ri. “Ada apa Nicole ah? Mengapa kau terlihat tergesa-gesa seperti itu?”
              Nicole menggelengkan kepalanya, dengan gerakan cepat ia mengemasi seluruh barang-barangnya lalu berjalan pergi meninggalkan dapur. Ia tidak mempedulikan Seung-ri yang menatapnya dengan bingung.
              Tanpa berpamitan, ia melangkah lebar menuju pintu. Setelah mengetahui kenyataan itu, ia tidak bisa berlama-lama di appartement Seung-ri, karena ia merasa sangat ketakutan di appartement itu, ia merasa ketakutan berada di dekat Seung-ri.
              Namun, saat Nicole membuka pintu, tangan Seung-ri menyentuh lengannya. Seung-ri mencegah Nicole pulang karena ia masih tidak mengerti dengan sikap Nicole. Tanpa bisa diduga oleh Seung-ri, Nicole dengan cepat menyingkirkan tangan Seung-ri dengan kasar. Hal itu cukup membuat kebingungan Seung-ri bertambah.
***
              Kwon Ji-yong menggeleng-gelengkan kepalanya ketika Seung-ri mengucapkan kata “Kemana perginya dia? Mengapa ponselnya tidak aktif?” untuk ke sebelas kalinya. Sebenarnya ia juga tidak sadar menghitung ucapan itu, tapi telinganya sudah bosan mendengarnya.
              “Nicole tidak bisa dihubungi?” tanya Ji-yong. Ia menyodorkan secangkir teh import dari Inggris yang masih mengepulkan uap. “Aku bosan mendengar kau berteriak dengan kata-kata yang sama”.
              Seung-ri hanya mengangguk, ia kembali menatap ponselnya lalu menekan beberapa nomor untuk menghubungi Nicole. Tapi suara operator sialan itu membuatnya semakin kesal dan membanting ponselnya begitu saja.
              “Astaga, kau benar-benar senewen Seung-ri ah” gumam Ji-yong.
              “Hyung, kau tahu, Nicole tidak bisa dihubungi seminggu ini. Aku benar-benar hampir gila karena itu, mengapa Nicole seperti menjaga jarak denganku? Ada yang aneh dengannya, dan pekerjaan sialan yang menumpuk di meja kerja membuatku tidak bisa menemuinya dan menanyakan secara langsung. Hyung, aku harus bagaimana?” oceh Seung-ri begitu saja. Rasa bingung, khawatir dan heran memenuhi seluruh tubuhnya.
              “Mungkin saja Nicole juga mempunyai banyak pekerjaan, sehingga ia tidak mengaktifkan ponselnya. Kau tidak perlu khawatir berlebihan seperti itu” sahut Ji-yong santai.
              Seung-ri mendesah panjang, bagaimana ia tidak khawatir sekarang, kekasihnya menghilang darinya begitu saja. Astaga, apa yang harus ia lakukan? Ia meremas tangannya sendiri, gadis itu, awas jika aku menemukanmu, batinnya.
              “Apakah kau sudah pergi ke appartement Nicole?”
              Seung-ri menggelengkan kepalamya. Sebelum ia membuka mulut untuk menanggapi kata-kata tadi, Ji-yong dengan cepat menambahkan, “Jadi, jika kau belum melakukannya, maka lakukanlah besok dan berhenti bersikap seperti orang gila”.